INVERSIO UTERI  

Rabu, 13 Agustus 2008

inversio uteri adalah suatu keadaan dimana badan rahim berbalik, menonjol melalui serviks (leher rahim) ke dalam atau ke luar vagina.
inversio uteri biasanya terjadi jika seorang pembantu tenaga medis yang kurang berpengalaman terlalu banyak menekan puncak rahim atau terlalu keras menarik tali pusar dari ari-ari yang belum terlepas.
keadaan ini bisa menyebabakan terjadinya syok, infeksi dan kematian.

untuk mengembalikan rahim ke keadaan semula, seorang dokter bisa mendorongnya ke saluran vagina, memasukkan sebuah selang ke dalam vagina dan menutup lubang vagina. lalu melalui selang tersebut dimasukkan larutan garam ke dalam rahim untuk mengembangkan vagina dan membalikkan rahim. jarang dilakukan pembedahan.
DEFENISI
1. Bagian atas uterus memasuji kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri (Prawihardjo Sarwono, Prof. Dr, Ilmu Kebidanan ; Jakarta)
2. Adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri (Rustam Muchtar. Prof. Dr. MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid I, edisi 2 ; 1998)
Menurut perkembangannya inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat :
1. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut.(ringan).
2. Korpus uteri terbalik sudah masuk kedalam vagina (sedang)
3. Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina (berat).
Gejala-gejala klinik
Gejala inversion uteri pada permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras disebabkan karena fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum infundibuto pelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri.
Diagnosis
Tidak sukar dibuat jika diingat kemungkinan inversion uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas serviks uteri atau dalam vagina, sehingga diagnosis inversion uteri dapat dibuat.
Penanganan
Apabila dengan gejala-gejala syok, itu perlu diatasi lebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah, akan tetapi segera sesudah itu reposisi harus dilakukan. Reposisi diselenggarakan dengan anestesia umum, tangan seluruhnya dimasukkan ke dalam vagina, sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan, tetapi terus menerus kea rah atas agak ke depan sampai korpus uteri melewati serviks dan inversion ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg ergometrin, kemudian diberikan dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal.

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


TENTANG PERDARAHAN POST PARTUM  

Pengertian :

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan yang terjadi lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.

Macam – macam Perdarahan

  1. Perdarahan Post Partum Primer (early post Partum hemarrhage)
  2. Perdarahan Post Partum Skunder (Labe post Partum hemorrhage)

Pengertian macam-macam perdarahan

1. Perdarahan post partum primer cearly post partum hemarrgagel

Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama

Penyebab utamanya adalah : atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.

Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

2. perdarahan post partum skunder (late post partum hemorrhage)

Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama

Penyebab utamanya adalah : robekan jalan lahir dan sisa plasenta / membran.

Etiologi

1. Etonia ulteri

Faktor predispose terjadinya atoni ulteri adalah

- Umur yang terlalu muda / tua

- Prioritas seing di jumpai pada multipara dan grande mutifara

- Partus lama dan partus terlantar

- Utenus terlalu regang dan besar missal pada gemeli, tudromnion / senin besar.

- Kelainan pada eterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada sosusio plasenta.

- Faktor sosial ekonomi yaitu mol nutrisi

2. Sisa plasenta dan selaput ketuban

3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim.

4. Penyakit pendarah

Kelainan pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia yang sering di jumpai pada :

- Perdarahan yang banyak..

- Kematian janin yang lama dalam kandungan

- Pre eklamsi dan eklamsi

- Infeksi, hepatitas dan septic syok.

Penyebab Perdarahan Post Partum

Perdarahan Post Partum merupakan penyebab utama kematian ibu dalam persalinan (menurut Wiknjosatro H (1960) pendarhan post partum merupakan penyebab utama kematian ibu dalam persalinan (menurut Wiknjosatro H (1960) pendarahan post partum merupakan penyebab penting kematian, maternal khususnya di Negara berkembang faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah :

- Grandemulti para

- Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun.

- Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri sebelum waktunya pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa persalinan dengan narkosa.

Penyebab perdarahan post partum secara ringkas.

1.Palpasi utenus bagaimana kontaksi utenus dan tinggi findus uterus dan tinggi pendus uteri.

2. memeriksa plasenta dan kebutuhan apakah lengkap / tidak.

3. lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari.

4. inspekulo : untuk melihat robekan pada servik, vagina dan varises yang pecah.

5. pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah, H6 clot observation test (cot dan dll).

  1. Atonia uteri
  2. sisa plasenta
  3. Robekan jalan lahir
  4. Peny darah kelainan pembekuan darah.

Penanganan pendarahan Post Partum .

Kegagalan kontraksi otot rahim, menyebabkan pemulih darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan dapat di lakukan dengan jalan :

- Mesase fundus uteri

- Memberikan utertonik dengan menyuntikan oksitosin dan sejenisnya. Memberikan prostaglandin, melakukan tamponade uterus dan vagina.

- Menghentikan / menghilangkan sumber perdarahan dengan ligasi akteria hipogastrika interna dan melakukan histerektomi.

- Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum yaitu :

    1. Pengertian perdarahan
    2. Jaga jangan sampai timbul syok
    3. penggantian darah yang hilang.

Tindakan pencegahan tidak saja di lakukan sewaktu bersalin namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan ANL yang baik. Ibu yang mempunyai prediposisi / riwayat perdarahan post partum sangat di anjurkan untuk bersalin di RS.

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


ATOMA UTERI  

Pengobatan perdarahan Post Partum pada atonia uteri tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri di bagi 3 tahap.

Tahap I : Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat di atasi dengan cara pemberian uterotonika, menurut rahim (masase) dan memasang dan gurita.

Tahap II : Bola perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak selanjutnya berikan infuse dan tranfusi darah dan dapat di lakukan.

- Perasat (maneuver) zangemeister

- Pirasat (maneuver fritch

- Kompresi bimanval

- Kompresi aorta

- Temponade utero vaginal

- Jepitan uteri uterine dengan cara henkel

Tempoinade utero – vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat hasilnya masih memuaskan, terutama di daerah pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim / tidak ada.

Tahap III : Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat di tempuh dengan 2 cara yaitu dengan meligasi arten hipogastrika / histerektomi.

Prognosis

Tadjuluddin (1965)

Perdarahan Post Partum masih merupakan ancaman yang tidak terduga perdarahan past partum masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern. Pendarahan postpartum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya.

Bagian Tatalaksana perdarahan karena otoni uteri bagan sikap bidan menghadapi atonia ulteri.

Langkah – langkah untuk menanggani perdarahan atonia uteri dengan sikap badan.

  1. Meningkatkan upaya preventif

- Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana sehingga memperkecil jumlah grade multi para dan memperpanjang jarak hamil.

- Melakukan konsultasi / merujuk kehamilan dengan overdistensi uterus: hidominan dan kehamilan ganda dengan dugaan senin besar (makrosomia).

- Mengurangi peranan pertolongan persalinan oleh dukun.

  1. Bidan dapat segera melakukan rujukan penderia dengan dahulu tindakan ringan : memasang infuse – memberikan cairan pengganti.
  2. Memberikan uterotonika intra muscular intravena / dengan drip.
  3. Melakukan masase uternus sehingga kontraksi otot rahim makin cepat dan makin kuat.
  4. Penderita sebaiknya di antar.

Teknik kompresi Qorta Abdominalis.

Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada, kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk sementara waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.

Tata cara komperesi aorta abdominalis.

1.Tekanlah aorta abdominalis diatas utenus dengan kuat dan dapat dibantu dangan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.

2.Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.

3.tekanan aorta abdominalis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor ntuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasng infuse dan memberikan uterotonika secara intravena.

Teknik kompresi utenus bimanual

Kompresi utenus secara bimanual merupakan usaha untuk menyehatkan perdarahan sementara, dengan jalan melipat utenus yang lembek antara dua tangan ( di dalam) dan tangan luar yang melipat utenus dari luar pada fundus uteri. Sementara itu pemasangan infuse dan upaya tranfusi tetap di laksanakan.

Teknik kompresi uterus bimanual.

1.Bersihkan dan desinfeksi genitalia bagian luar

2.Sarung tangan dipasang pada tangan kiri ( kalau darurat dapat tanpa sarung tangan dan masukkan tangan ke dalam vagina.

3.Keplakan tangan dan tekan fornis anterior.

4.Tangan luar memegang fundus uteri bagian belakang dan melipatnya ke tanggan kiri yang berada di dalam vagina.

5.Kedua tangan dapat pula melakukan masase, sehingga merangsang kontraksi otot rahim untuk menghentikan perdarahan.

6.Kompresi bimanual ini dapat langsung lebih dari ½ jam

7. Apabila gagal menghentikan perdarahan maka histerektomi merupakan pilihan terakhir.

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


RETENSIO PLASENTA  

Pengertian :

  1. Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu ½ jam setelah bayi lahir (buku ilmu kebidanan penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan)
  2. keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir (buku sinofsis Obsteri)

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual retention plasenta harus di keluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkar serta, dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenarisi ganas korio karsinoma.

Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu di perhatikan tekninya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus. Bahaya infeksi, dan dapat terjadi inversion uteri.

Bagaimana bidan menghadapi retensio plasenta ? bidan sebagai tenaga terlatih di lini terdepan sistem pelayanan kesehatan dapat mengambil sikap dalam menghadapi “retensio plasenta” sebagai berikut :

1. Sikap umum bidan .

a. Memperhatikan keadaan umum penderita.

  • Apakah anemis
  • Bagaimana jumlah perdarahannya
  • Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu
  • Keadaan fundus uter : kontraksi dan tinggi fundus uteri.

b. Mengetahui keadaan plasenta.

  • Apakah plasenta inkarsera
  • Melakukan tes plasenta lepas : metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.

c. Memasang infuse dan memberikan cairan pengganti.

2. Sikap khusus bidan.

a. Retensio plasenta dengan perdarahan

  • Langsung melakukan plasenta manual

b. Retensio plasenta tanpa perdarahan.

  • Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infuse dan memberikan cairan.
  • Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik.
  • Memberikan transfuse
  • Proteksi dengan antibiotika
  • Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.

3. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.

a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta.

b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.

  1. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan masase dengan mempercepat persalinan plasenta. Masase yang idak tepat waktu dapat mengacaukan konraksi otot rahim dan menggangu pelepasan plasenta.

Sumber:http://www.siaksoft.net/index.php?option=com_content&task=view&id=2427&Itemid=100&limit=1&limitstart=4

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


RETENSIO PLASENTA DAN PLASENTA MANUAL  

Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Eknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive.plasenta akreta. Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
  • Darah penderita terlalu banyak hilang.
  • Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
  • Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4. Plasenta manual dengan segera dilakukan :
  • Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
  • Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
  • Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
  • Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Plasenta Manual
Persiapan plasenta manual :
  • Peralatan sarung tangan steril
  • Desinfektan untuk genitalia eksterna
  • Teknik.
  • Sebaiknya dengan narkosa
  • Desinfektan untuk genitalia eksterna. Tangan kanan dimasukkan secara obsteris samapi mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat.
  • Tepi plasenta dilepaskan dengan bagian ulnar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
  • Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan. Maka tangan dikeluarkan bersama dengan plasenta.
  • Dilakukan eksplorasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya. Kontraksi uterus ditumbulkan dengan memberikan uterotonika.
  • Perdarahan diobservasi.
Bagaimana sikap bidan berhadapan dengan retensio plasenta ? badan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.

SUMBER:Sumber:http://www.siaksoft.net/index.php?option=com_content&task=view&id=2427&Itemid=100&limit=1&limitstart=5

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


PLASENTA, TALI PUSAT, SELAPUT JANIN DAN CAIRAN AMNION  

Setelah minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas yang berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :
1. sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah dalam (dekat embrioblas)
2. sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar (berhubungan dengan stroma endometrium).
Unit trofoblas ini akan berkembang menjadi PLASENTA

Di antara massa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang makin lama makin besar, yang nantinya akan menjadi RONGGA AMNION

Sel-sel embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda

1. epiblas : selapis sel kolumnar tinggi, di bagian dalam, berbatasan dengan bakal rongga amnion
2. hipoblas : selapis sel kuboid kecil, di bagian luar, berbatasan dengan rongga blastokista (bakal rongga kuning telur)

Unit sel-sel blast ini akan berkembang menjadi JANIN

Pada kutub embrional, sel-sel dari hipoblas membentuk selaput tipis yang membatasi bagian dalam sitotrofoblas (selaput Heuser). Selaput ini bersama dengan hipoblas membentuk dinding bakal yolk sac (kandung kuning telur). Rongga yang terjadi disebut rongga eksoselom (exocoelomic space) atau kandung kuning telur sederhana. Dari struktur-struktur tersebut kemudian akan terbentuk KANDUNG KUNING TELUR, LEMPENG ORION dan RONGGA KORION. Pada lokasi bekas implantasi blastokista di permukaan dinding uterus terbentuk lapisan fibrin sebagai bagian dari proses penyembuhan luka.

Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang berimplantasi mengalami reaksi desidua, berupa hipersekresi, peningkatan lemak dan glikogen, serta edema. Selanjutnya endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi blastokista itu disebut sebagai desidua. Perubahan ini kemudian meluas ke seluruh bagian endometrium dalam kavum uteri (selanjutnya lihat bagian selaput janin)
Pada stadium ini, zigot disebut berada dalam stadium bilaminar (cakram berlapis dua).

PLASENTA

Pembentukan plasenta

Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh menjadi berlapis-lapis.

Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan. Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage).

Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium (sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem sirkulasi feto-maternal. Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional.

Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate). Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural.

Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu.
Meski demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya.

Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic space)

Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu.
Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.

Menjelang akhir minggu ketiga, dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot tersier / tertiary stem villi) (selanjutnya lihat bagian selaput janin).

Selom ekstraembrional / rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan embrional makin terpisah dari sitotrofoblas / selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting stalk).
Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi


TALI PUSAT.

Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi utero-plasenta.
Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-maternal.


Plasenta "dewasa"

Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. (struktur plasenta dewasa : gambar)

Plasenta "dewasa" / lengkap yang normal :
1. bentuk bundar / oval
2. diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm.
3. berat rata-rata 500-600 g
4. insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat di tengah / sentralis, di samping / lateralis, atau di ujung tepi / marginalis.
5. di sisi ibu, tampak daerah2 yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput tipis desidua basalis.
6. di sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh amnion.
7. sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20 minggu) meningkat sampai 600-700 cc/menit (aterm).

CATATAN : pada kehamilan multipel / kembar, dapat terjadi variasi jumlah dan ukuran plasenta dan selaput janin.

Fungsi plasenta
PRINSIP : Fungsi plasenta adalah menjamin kehidupan dan pertumbuhan janin yang baik.
1. Nutrisi : memberikan bahan makanan pada janin
2. Ekskresi : mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
3. Respirasi : memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
4. Endokrin : menghasilkan hormon-hormon : hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan sebagainya (cari / baca sendiri).
5. Imunologi : menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
6. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang diberikan melalui ibu.
7. Proteksi : barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2 ini diragukan, karena pada kenyataanya janin sangat mudah terpapar infeksi / intoksikasi yang dialami ibunya).


TALI PUSAT


Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi TALI PUSAT.

Pada tahap awal perkembangan, rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah membesar.

Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion dengan korion.

Setelah struktur lengkung usus, kandung kuning telur dan duktus vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah umbilikal (2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis) yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta. Pembuluh darah umbilikal ini diliputi oleh mukopolisakarida yang disebut Wharton’s jelly.

SELAPUT JANIN (AMNION DAN KORION)


Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi / jonjot meliputi seluruh lingkaran permukaan korion.
Dengan berlanjutnya kehamilan :
1. jonjot pada kutub embrional membentuk struktur korion lebat seperti semak-semak (chorion frondosum) sementara
2. jonjot pada kutub abembrional mengalami degenerasi, menjadi tipis dan halus disebut chorion laeve.

Seluruh jaringan endometrium yang telah mengalami reaksi desidua, juga mencerminkan perbedaan pada kutub embrional dan abembrional :

1. desidua di atas korion frondosum menjadi desidua basalis
2. desidua yang meliputi embrioblas / kantong janin di atas korion laeve menjadi desidua kapsularis.
3. desidua di sisi / bagian uterus yang abembrional menjadi desidua parietalis.

Antara membran korion dengan membran amnion terdapat rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga ini tertutup akibat persatuan membran amnion dan membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai membran korion-amnion (amniochorionic membrane).
Kavum uteri juga terisi oleh konsepsi sehingga tertutup oleh persatuan chorion laeve dengan desidua parietalis.

CAIRAN AMNION

Rongga yang diliputi selaput janin disebut sebagai RONGGA AMNION.
Di dalam ruangan ini terdapat cairan amnion (likuor amnii).

Asal cairan amnion : diperkirakan terutama disekresi oleh dinding selaput amnion / plasenta, kemudian setelah sistem urinarius janin terbentuk, urine janin yang diproduksi juga dikeluarkan ke dalam rongga amnion.

Fungsi cairan amnion :
1. Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin
3. Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam-basa (pH) dalam rongga amnion, untuk suasana lingkungan yang optimal bagi janin.
4. Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruangan intrauterin (terutama pada persalinan).
5. Pada persalinan : membersihkan / melicinkan jalan lahir, dengan cairan yang steril, sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir.

Keadaan normal cairan amnion :
1. pada usia kehamilan cukup bulan, volume 1000-1500 cc.
2. keadaan jernih agak keruh
3. steril
4. bau khas, agak manis dan amis
5. terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-sel epitel.
6. sirkulasi sekitar 500 cc/jam

Kelainan jumlah cairan amnion
Hidramnion (polihidramnion)
air ketuban berlebihan, di atas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan sirkulasi, atau hiperaktifitas sitem urinarius janin.
Oligohidramnion
air ketuban sedikit, di bawah 500 cc. Umumnya kental, keruh, berwarna kuning kehijauan.
Prognosis bagi janin buruk.

Sumber : http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklob7.html

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


MEKANISME LAHIRNYA PLASENTA  

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

  1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
  2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
  3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
  4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta

  1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
  2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
  3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

Indikasi Plasenta Manual

  1. Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc.
  2. Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir.
  3. Setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir.
  4. Tali pusat putus.

Teknik Plasenta Manual

Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) merenggang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut. Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi.

Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang bbaru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memilihnya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks. Jika ada, segera jahit.

SUMBER: http://www.tempointeraktif.com/

AddThis Social Bookmark Button

Email this post